“Alamak!”
pekik diriku saat menaiki kendaraan roda dua dengan buru-buru. Butuh waktu
sekitar sepuluh menit versi santai untuk dapat selamat dari bom waktu yang
kuciptakan sendiri, tapi sekarang tak ada kata santai, waktuku tersisa lima
menit. Lima menit!
Sedikit
berlari kecil, mencoba tetap tenang padahal hati kocar-kacir. Kulangkahkan
kakiku masuk ke ruangan yang sering disebut Ruang KSA, iya, disana letak meja
kerjaku. Sesekali menyapa sesama rekan kerja sambil menahan malu. Halo
perkenalkan aku, perempuan usia dua puluh lima tahun dan kebiasaan terlambatnya
itu. Aku terlambat lagi. Memang benar, aku tidak akan diinterogasi panjang
lebar, kenapa aku terlambat atau kenapa sulit sekali bangun pagi, namun
perasaan bersalah dan tak enak hati tetap ada, tumbuh subur entah siapa yang
sengaja memberi pupuk disana.
Dari
sekian banyak rekan kerja di Ruang KSA, aku paling malu dengan satu rekan
kerjaku. Sebab eksistensinya di bumi tidak hanya sebagai pegawai kantoran namun
juga sebagai seorang ibu. Yes, she is an incredible working mom and this
story belongs to her.
Aku
bisa disebut manusia merdeka karena tidak memiliki terlalu banyak kewajiban di
luar pekerjaan. Seharusnya langkahku lebih gesit, potensi kontribusi untuk
pekerjaan lebih mudah digali, bekerja lebih giat atau menjadi pegawai yang
lebih taat. Namun nyatanya di poin ini aku tertinggal banyak sekali. Mari
kuajak menengok rekan kerjaku, sebut saja dia Jenifer. Kami sama-sama bekerja
selama delapan jam setiap hari. Namun yang membedakan adalah seusai bekerja aku
bebas melakukan apa saja, sedangkan dia harus berganti peran, masih belum usai
tugasnya.
Salah
satu tantangan bekerja di Perusahaan Listrik Negara adalah lokasi
penempatannya. Aku sempat khawatir, saat Jenifer datang kembali ke lokasi
penempatan kami setelah cuti melahirkannya usai. Menjadi ibu bekerja yang
terpisah jauh dari keluarga, di lokasi yang tidak biasa, bagaimana rasanya?
Baiklah lupakan soal perasaan, aku yakin kisah Jenifer ini banyak dialami oleh
perempuan di luar sana. Jenifer memang tidak sendiri. Namun melihat bagaimana
dia mengatur ritme hidupnya membuatku malu sendiri.
Kukira
akan banyak drama terlambat datang ke kantor seperti yang kerap aku alami.
Tentu mudah saja bagi Jenifer untuk berdalih, anakku rewel atau alasan lainnya,
namun kualitas rekan kerjaku itu ternyata jauuuh di atas rata-rata. Kewajiban
sebagai seorang ibu tak membuatnya melupakan kewajibannya sebagai seorang
pegawai. Amanah yang lebih dulu dia ambil, tentu diambil secara sadar tanpa
paksaan dan sebagai manusia dewasa, sudah sepantasnya tak menyalahkan ketetapan
yang disepakati di awal perjanjian kerja. PLN memilihmu karena kamu lebih dulu
memilih PLN, bukan sebaliknya.
Tentu
saja di titik ini, kemampuannya untuk beradaptasi menjadi sangat diuji.
Bertambah peran, merubah kebiasaan, menyeimbangkan fokus tentu sudah menjadi
makanan sehari-hari. Tak pernah sekalipun kudengar dia menjadikan keberadaan
anak sebagai alasan untuk tidak produktif. Lantas apakah dia adalah ibu yang
buruk? Kurasa aku pun tak berhak menilai, sebab menjadi perempuan memang akan
selalu dibenturkan dengan pilihan yang seolah membatasi. Namun lihat saja,
rekanku yang satu ini bisa dan akan terus berusaha menjalaninya. Bukankah di
balik peran ganda, terdapat perjuangan yang sudah pasti ganda dan juga pahala
yang (semoga) lebih berlipat ganda?
Bagaimana
Jenifer menjalani perannya memberi kesan tersendiri untukku. Pemantik di kala
diri merasa sudah cukup berkontribusi, pengingat di saat lupa dengan komitmen
yang sudah dibuat serta role model untuk selalu adaptif dalam segala kondisi.
Pernah suatu waktu aku membaca Instagram story milik rekanku yang lain
(yang juga seorang working mom), ia menyebutkan bahwa perusahaan berhak
mendapat kontribusi terbaik dari kita, pegawainya. Benar! Bukan sikap pegawai
berakhlak jika kita hanya setengah-setengah menjalankan peran. Beban dan bekal
memang harus seimbang, supaya lebih mudah dalam menuntaskan kewajiban. Jika
bebanmu banyak, maka pastikan bekalmu lebih banyak.
Terakhir,
ijinkan perempuan dua puluh lima tahun ini mengutip salah satu quotes yang ia
dengar dari podcast berjudul Ibu Sebagai Pekerja Sekaligus Sumber Bahagia
Keluarga,
konsep
ibu adalah orang yang akan melakukan segala-galanya yang terbaik untuk
anak-anaknya.
Ditulis
sebagai pengingat diri sendiri, supaya riuhnya kehidupan di luar meja kerja tak
membuat kontribusi di pekerjaan berkurang. Selamat Hari Listrik Nasional ke-75,
dear Jenifer.
Comments
Post a Comment