Rapor Merah Muda

 13:14 WITA

Menulis cerita ini di sela-sela jam istirahat, sambil diiringi suara jari rekan kerja yang beradu dengan keyboard laptop, serta musik western yang diputar keras-keras lewat speaker kantor. Just an ordinary day.

I've turned twenty seven, well, 12 days ago. Saatnya membuat intisari tentang apa-apa saja yang sudah saya lalui, ehem, sebagai manusia dewasa. I see myself as an adult now, hhhh.

Rasanya sungguh berat untuk menulis lagi, karena lagi-lagi tidak ada cerita pencapaian gegap gempita yang bisa saya bagi. Lebih mudah menulis hal-hal menyenangkan daripada sebaliknya. Ada rasa sesak yang coba saya ubah menjadi sebuah pembelajaran dalam cerita kali ini. Semoga rekan-rekan bisa menangkap apa-apa yang coba saya bagi. Semoga Allah memberi kemudahan agar tulisan ini bisa tuntas selesai.


Ibumu, Ibumu, Ibumu, Ayahmu.

Terdengar mantap dan sering kita dengar tentu saja. Betapa mulianya sosok ibu, yang wajib kita hormati dalam kondisi apapun. Ibu adalah madasrah pertama dan utama untuk anak-anaknya. Yah, benar saja, saya pun tak luput bersyukur dengan pelajaran yang coba ibu saya berikan. Menginjak akhir tahun 2021, pelajaran kehidupan menghambur datang, lewat perantara ibu tentu saja. Pelajaran yang sayangnya dibungkus dengan kelalaian ibu mengatur finansial keluarga kami. Maafkan, bukan kelalaian ibu, namun kelalaian keluarga kami. Tak adil rasanya jika membebankan semua hal pada ibu. Sungguh fase yang tidak ingin saya ingat, tapi melihat kemudahan yang Allah beri kepada keluarga kami, membuat saya sangat amat bersyukur. Ibu, Ibu, Ibu, saya tak bisa memilih lahir dari ibu yang seperti apa. Pun jika saya diberi keleluasaan untuk memilih, mungkin saya akan tetap memilih ibu saya sekarang. Saya marah, saya kecewa, saya sedih, saya kesepian, saya mempertanyakan banyak hal. 

Sampai pada fase menerima dan menyadari, ibu saya juga seorang manusia, yang tentu saja tidak luput dari salah dan khilaf. Namun fase tersebut tidak begitu saja saya tapaki. Berbulan-bulan mimpi buruk masih sering mampir di antara jam tidur. Tidak ada hari libur, karena setiap hari saya berpikir dan ketakutan, bagaimana nasib keluarga saya nanti. Kenapa saya, kenapa baru sekarang, semua pertanyaan berputar di kepala. Semua jalan seolah buntu, semua opsi terlihat begitu tidak menentu. Saat terpuruk itulah saya hanya bisa berpasrah, sungguh manusia tidak memiliki daya upaya. Hingga akhirnya saya memperpanjang sujud, mengalunkan doa dengan sungguh-sungguh tidak seperti biasanya yang hanya sepintas lalu. Saya butuh bersandar dan memang harus bersandar. Allah teramat baik, menitipkan kejernihan pikir disaat pelik, melapangkan hati untuk merelakan segala yang memang hanya titipan.

Saya rehat, saya pasrahkan, saya menerima, saya mencoba menata hal-hal yang bisa saya tata, saya meminta maaf serta memaafkan. Allah yang memudahkan segala prosesnya. Al-Jabaar, Yang Maha Menyelesaikan Segala Urusan. Ujian ini tidak boleh mengurangi rasa hormat dan sayang saya kepada ibu dan bapak.

Tidak akan ditimpakan kesulitan kecuali yang sanggup kita tanggung.


Pertolongan Allah di Luar Logika Manusia

Setelah menapaki fase penerimaan, akhirnya saya memaksa diri untuk bergerak mencari jalan keluar. Saya mencoba menghitung berbagai opsi. Segala yang sudah terjadi harus dihadapi. Tapi sekarang saya tidak sendiri, Allah yang membersamai. Jika kemarin jalan terlihat buntu dan abu-abu, mungkin karena saya lupa melibatkan Rabb pencipta dalam setiap sesinya. Saya bersyukur sejadi-jadinya saat titik terang itu datang. Hanya butuh satu kali, satu kali pilihan dibuat, dieksekusi dan akhirnya ditemukanlah solusi. Allah mengirim teman-teman yang baik dan mengerti bagaimana kondisi saya saat itu.

Saya tidak punya modal apa-apa, kecuali Allah yang menggerakkan hati teman-teman saya. Saya mencoba menyampaikan cerita runtut tentang kepelikan dan kesulitan yang sedang coba saya selesaikan. Jangan lari, jangan malu, jangan sedih, saya menguatkan diri. Tidak mudah menceritakan sesuatu yang ketika mengingatnya saja membuatmu ingin menangis. Namun Allah mudahkan, semua tanpa cela. Saya butuh meluapkan kesedihan dan kebingungan, Allah mengirimkan Alus, Eka dan Yuan. Semua mendengar tanpa interupsi, saya yang sedang mengosongkan kecamuk yang ada di dalam hati. Saya butuh solusi konkrit, akhirnya Allah menggerakkan hati teman saya Eka dan Yuan yang begitu baiknya mempercayakan sebagian rejeki untuk saya gunakan terlebih dahulu. Saya masih ingat bagaimana berdebarnya hati ketika mengungkapkan bahwa saya butuh pertolongan. Bukan nominal yang sedikit, namun mereka baik, memberikan bantuan tanpa babibu. Ya Rabb, semudah itu Engkau beri pertolongan. Semoga Allah mengganti kebaikan hati teman-teman dengan ganti yang lebih baik dan lebih megah.

Ya Rabb jadikan hambaMu ini sosok yang amanah, yang tidak lalai akan janjinya sendiri dan juga janjiMu. Semua pasti bisa saya lalui, sebab saya tidak sendiri, ada Engkau Ya Rabb. Saya percaya keajaiban di luar logika akan kembali terjadi. Tugas saya hanya harus menjalani peran saat ini.


Yours will be yours

Salah satu poin yang cukup mencengangkan saat memasuki usia dewasa adalah ketika menyadari semua sudah tertakar. Seolah yakin bahwa masa depan akan terlihat seperti yang terbayang dalam angan dan perhitungan manusia, namun ternyata semua hanya akan berjalan sesuai kehendakNya. Di akhir 2021 pula, saya resmi merasakan bagaimana rasanya mutasi. Tapi tidak merasakan pindah kos hehehee, karena mutasinya dekat. Saya mengulang masa kerja saya di Maumere, mulai dari enol lagi. Sedih? Lumayan, karena sungguh akhir 2021 adalah masa-masa paling sulit. I'm grateful for everything now and soon too. Inilah yang sanggup saya pikul saat ini, Allah yang pilihkan. Ada perasaan kecewa, namun setelah ditelusuri lagi, ya buat apa kecewa, Alhamdulillah Allah pulihkan segera. Saya diberi kemudahan dalam proses adaptasi, diberi support system yang mumpuni dan lagi-lagi rejeki lain yang saat ini sangat saya syukuri. Semoga selalu dikuatkan di setiap penugasan, tidak dengki dengan pencapaian orang lain dan semangat semangat oke oke.


Mencintai Diri Sebagaimana Mesti

Beberapa minggu lalu, saya memutuskan membeli kaca yang lebih besar. Akhirnya saya bisa melihat utuh diri saya dari pantulan cermin hehehe. Sebagaimana yang terselip di dalam doa bercermin, 'sebagaimana telah Engkau baguskan rupaku, maka mohon baguskanlah akhlak-ku'. Ternyata oh ternyata, setiap kita sudah diciptakan dalam kondisi bagus oleh Allah Swt, tapi saya masih sering dihinggapi perasaan insecure. Kadang juga terbersit dalam hati, I feel sorry for being this ugly, hahaha saya meminta maaf karena merasa jelek.

Kembali kepada doa bercermin, yang seharusnya selalu kita mohonkan adalah kebaikan akhlak, karena itulah poin utama yang harus kita perjuangkan. Akhlak ini tidak kasat mata, maka tak mungkin standar manusia yang kita jadikan patokan utama. Menerima sebagaimana Allah memberi saya badan yang sehat, rambut yang lebat dan organ yang lengkap. Betapa banyaak hal yang luput saya syukuri. Melihat pantulan diri yang berdiri tegak, mampu menumbuhkan perasaan syukur. Silahkan dicoba wkwkwk.


Begitulah empat poin yang sanggup saya rangkum. Saya masih takut akan kemungkinan ujian-ujian di masa depan. Masih takut mengulang bagaimana terpuruknya hidup kala itu. Pun banyak amanah yang belum tuntas, maka selalu memohon kemurahan Sang Pencipta untuk memberi saya keberkahan usia, agar cukup menuntaskan amanah sebelum nanti dipanggil pulang. Semoga Allah perkenankan. Meskipun masih ada perasaan takut, namun kaki lebih ringan melangkah. Saya sudah melalui ujian yang saya rasa berat, ternyata ada jalan keluar. Jika nanti dihadapkan dengan ujian yang lebih berat, semoga Allah memampukan saya kembali, melalui ujian dan memetik hikmah.

Saya mohon doanya ya teman-teman. Selalu ingat bahwa segala ketetapanNya adalah yang terbaik.
Yuk bisa yuk.


14:52 WITA

Comments