KOE

" Ternyata Tuhan benar-benar serius mengabulkan doaku. "
CGK - KOE 

Masih di Indonesia, aku benar-benar tidak sabar menanti pesawat pertamaku. Kala itu, aku bersama 109 rekan seangkatan PLN 58 berhambur dalam tangis dan harapan-harapan semu mengenai lokasi tujuan penempatan kami. Tak ada yang bisa berbuat apa-apa selain menerima. Yah, kami terlatih menjadi penerima kenyataan yang baik memang, anti berontak, hanya tangis yang ketika didiamkan beberapa hari akan hilang sendiri. Tentu saja semua ini berat, melangkahkan kaki menjauh dari tempat yang sangat menyenangkan ini. Termasuk aku dan keempat temanku, kami berkemas, cemas dan menatap satu sama lain, menguatkan.

But, honestly, aku tidak terlalu terguncang kala itu. Sejak awal sudah kubentengi seluruh pemahaman mengenai keputusan penempatan, pasti yang terbaik. Percaya diri sekali, bukan? haha. Senang sekali karena akhirnya aku bisa naik pesawat, sesederhana itu. Aku siap dengan segala bentuk pengalaman baru yang menanti di depan sana. Pengalaman naik pesawat misalnya. Ini benar-benar pertama kalinya, aku naik pesawat lintas pulau dan gratis. Salah satu mimpiku tentu saja, naik pesawat, haha. Begitu asingnya, aku selalu mengabadikan setiap detil momen dalam perjalanan ini. Suatu saat ingin kuajak orang tua dan adek-adekku naik burung besi ini juga, semoga bisa ya.

Dalam waktu singkat, bahkan lebih lama perjalanan darat Solo - Semarang, aku dan keempat rekan sudah mendarat cantik di Bandara El Tari Kupang. What can I describe, God, it's very dry! Sangat kering bumiNya. Disambut angin yang kencang, kami melangkahkan kaki dengan raut celingak-celinguk mengamati keadaan sekitar. Ini masih di Indonesia. Bandara El Tari merupakan bandara internasional, hanya saja ukurannya tidak terlalu besar dan jangan dibandingkan dengan Soetta ya, berdosa kamu, hehe. Baiklah kami siap berpusing ria, sebab belum punya tempat tujuan yang jelas.

Berputar-putarlah kami dengan diantar salah satu karyawan PLN Wilayah NTT. Penginapan satu per satu kami survey (padahal cuman 2, haha), akhirnya diputuskan memilih tempat tinggal sementara yang paling ramah di kantong siswa OJT. Jaraknya agak jauh dari Kantor Wilayah, tapi percayalah, jarak tak jadi masalah ketika kami dihadapkan dengan kenyataan Jawa - NTT lebih jauh dari sekedar jarak ke kantor wilayah. Masalah pertama terpecahkan. 

Datanglah problematika lain, yah beginilah hidup. Kali ini masalah komunikasi, jangan harap sinyal handphone kalian bisa digunakan kalau providernya bukan *tiiiit* sensor saja ya, pamali. Akhirnya demi komunikasi dengan si do'i dan keluarga lebih baik, aku harus membeli nomor baru, provider yang dulu sangat aku jauhi karna tidak ramah dengan isi dompet. Beginilah cara Tuhan mengakrabkan, apa yang kau anggap buruk belum tentu buruk, begitu mungkin. Baiklah terpecahkan sudah problematikanya.

Tidak berhenti sampai disitu, kami kembali dipusingkan dengan arah kiblat dan waktu sholat. Ini adalah seberat-beratnya cobaan. Di jawa dapat dengan mudah mendengar kumandang adzan, tapi disini, mungkin jumlah masjid bisa dihitung jari. Islam memang menjadi agama minoritas disini, tapi penyesuaian besar-besaran memang harus terjadi. Alhasil, kami berlima harus mendownload aplikasi pengingat waktu sholat dan arah kiblat, agar tak tertinggal rekaat kami. Terselesaikan sudah permasalahan.

Kondisi alam yang tak kalah asing ialah, tanah yang dipijak. Kupang terkenal dengan kondisi geografisnya yang berkarang. Karang is everywhere, menarik sekali. Tanah yang dipijak bukan tanah pasir pada umumnya, namun karang. Tak heran jika Kupang sedikit tandus, karena tidak semua pohon dapat hidup di atas karang to, hehe mungkin. Jika sudah begini, air pun menjadi hal yang tak kalah sulit didapat. Untuk urusan mandi dan keperluan air sehari-hari saja masyarakat disini harus membeli air terlabih dahulu, ditampung di penampungan air milik mereka. Lebih kaget lagi, ketika tau harga isi ulang galon merk terhits disini berbeda jauh dengan harga di jawa, hampir 3 kali lipat. Mama eeee, beta bersyukur hidup lama di Jawa :(

Kupang bagiku, memiliki lebih banyak cerita. Sebab disinilah pertama kali petualangan masa depanku dan keempat temanku dimulai. Teman rantau yang sangat support, meskipun kemudian harus terpisah, berpencar ke tempat tugas masing-masing. Kupang tak akan ada artinya tanpa mereka. Mba Andria, Mba Bunga, Mba Margot dan Bang Edwin, entah akan seperti apa masa depan kita kelak. Tapi selalu percaya, bahwa Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umat :)

Jadilah berkat dimanapun kamu berada - Mba Margot, 2017

 Ibu dan Bapak, kumohon doa restu kalian selalu.

Salam, Alinea.

Comments